contoh makalah
PROBLEMA DAN JIWA KEAGAAMAAN
A.
Sikap Agama dan Pola Tingkah Laku
Menurut Prof. Dr. Mar’at, meskipun belum lengkap Allport telah
menghimpun sebanyak 13 pengertian mengenai sikap. Dari 13 pengertian itu dapat
dirangkum menjadi 11 rumusan mengenai sikap. Rumusan umum tersebut adalah
bahwa:
1.
Sikap
merupakan hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi yang
terus-menerus dengan lingkungan (attitudes are learned).
2.
Sikap
selalu dihubungkan dengan objek seperti manusia,wawasan, peristiwa ataupun ide (attitudes
have referent).
3.
Sikap
diperoleh dalam berinteraksi dengan manusia lain baik di rumah, sekolah, tempat
ibadah ataupun tempat lainnya melalui nasihat, teladan atau percakapan (attitudes
are social learnings).
4.
Sikap
sebagai wujud dari kesiapan untuk bertindak dengan cara-cara tertentu terhadap
objek (attitudes have readiness to respond).
5.
Baian
yang dominan dari sikap adalah perasaan dan afektif, seperti yang tampak dalam
menentukan pilihan apakah positif, negatif atau ragu (attitudes are affective).
6.
Sikap
memiliki tingkat intensitas terhadap objek tertentu yakni kuat atau lemah (attitudess
are very intensive).
7.
Sikap
bergantung kepada situasi dan watu, sehingga dalam situasi dan saat tertentu
mungkin sesuai, sedangkan di saat dan situasi yang berbeda belum tentu cocok (attitudes
have a time dimension).
8.
Sikap
dapat bersifat relatif consistent dalam sejarah hidup individu (attitudes
have duration factor),
9.
Sikap
merupakan bagia dari konteks persepsi ataupun kognisi individu (attitudes
are complex).
Jalaluddin, Psikologi Agama, ,(PT. RajaGrafindo Persada:
Jakarta,2009), Hal 255
10.
Sikap
merupakan penilaian terhadap sesuatu yang mungkin mempunyai konsekuensi
tertentu bagi seseorang atau yang bersangkutan (attitudes are evaluations)
11.
Sikap
merupakan penafsiran dan tingkah laku yang mungkin menjadi indikator yang
sempurna atau bahkan tida memadai (attitudes are inferred).
Rumusan
tersebut menunjukkan bahwa sikap merupakan predisposisi untuk bertindak senang
atau tidak senang terhadap objek tertentu yang mencakup komponen kognisi,
afeksi, dan konasi. Dengan demikian, sikap merupakan interaksi dari
komponen-komponen tersebut secara kompleks.
Bagaimana
bentuk sikap keagamaan seseorang dapat dilihat seberapa jauh keterkaitan
komponen kognisi, afeksi, dan konasi seseorang dengan masalh-masalah yang
menyangkut agama. Hubungan tersebut jelasnya tidak ditentukanoleh hubungan
sesaat, melainkan sebagai hubungan proses, sebab, pembentukan sikap melalui
hasil belajar dari interaksi dan pengalaman. Dan pembentukan sikap itu sendiri
ternyata tida semata-mata tergantung sepenuhnya kepada faktor eksternal,
melainkan juga dipengaruhi oleh kondisi faktor internal seseorang. Reaksi yang
timbul dari sikap tertentu terhadap objek ditentukan oleh pengauh faal,
kepribadian, dan faktor eksternal: situasi, pengalaman dan hambatan. Menurut
pandangan psikologi, sikap mengandung unsur penilaian dan reaksi afektif
sehingga menghasilkan motif. Motif menentukan tingkah laku nyata ( overt
behavior) sedangkan, reaksi afektif bersifat tertutup (cover).
Mata
rantai hubungan antara sikap dan tingkah laku terjalin dengan hubungan faktor
penentu, yaitu motif yang mendasari sikap. Motif sebagai tenaga pendorong arah
sikap negatif atau positif akan terlihat dalam tingkah laku nyata (overt
behavior) pada diri seseorang atau kelompok. Para ahli didik melihat adanya
pean sentral para orang tua sebagai pemberi dasar jiwa keagamaan itu. Pengenalan
ajaran agama kepada anak sejak usia dini bagaimanapun akan berpengaruh dalam
membentuk kesadaran dan pengalaman agama pada diri anak. Karenanya, Rasul
menempatkan peran orang tua pada posisi sebagai penentu bagi pembentukan sikap
dan pola tingkah laku keagamaan seorang anak. Setiap anak dilahirkan atas
fitrah dan tanggung jawab kedua orang tuanyalah untuk menjadikan anak itu
Nasrani, Yhudi atau Majusi.
Menurut
Gordon Allport, bahwa memang manusia memiliki sifat-sifat dasar atau tabiat
yang sama. Sifat-sifat dasar ini ditampilkan dalam sikap yang secara totalitas
terlihat sebagai ciri-ciri kepribadian individu dan kemudian terangkum dalam
sikap kelompok. Adanya perbedaan individu pada dasarnya disebabkan oleh adanya
perbedaan situasi lingkungan yang dihadapi masing-masing.
Jalaluddin, Psikologi Agama, ,(PT. RajaGrafindo Persada:
Jakarta,2009), Hal 258-259
Menurut saya:
Sikap keagamaan
dan pola tingkah laku adalah perwujudan
dari pengalaman dan penghayatan seseorang terhadap agama, dan agama menyangkut
persoalan batin seseorang. Persoalan sikap keagamaan dan pola tingkah laku
menyangkut tentang tindakan seseorang dalam bertindak dan tidak dapat
dipisahkan dari kadar ketaatan seseorang terhadap agamanya.
B.
Sikap Keagamaan yang Menyimpang
Sikap keagamaan yang menyimpang terjadi bila sikap seseorang
terhadap kepercayaan dan keyakinan terhadap agama yang dianutnya mengalami
perubahan. Perubahan sikap seperti itu dapat terjadi pada orang per orang
(dalam diri individu) dan juga pada kelompok atau masyarakat. Sedangkan
perubahan sikap itu memiliki tingkat kualitas dan intensitas yang mungkin
berbeda dan bergerak scara kontinue dari positif melalui areal netral ke arah
negatif.
Sikap kurang toleran, fanatisme, fundamentalis maupun sikap
menentang merupakan sikap keagamaan yang menyimpang. Sikap keagamaan yang
menyimpang seperti itu merupakan masalah yang pada tingkat tertentu dapat
menimbulkan tindakan yang negatif dai tingkat yang terendah hingga ke tingkat yang palig tinggi, seperti
sikap regresif (menarik diri) hingga ke sikap yang demonstratif (unjuk rasa).
Sikap menyimpang seperti itu umumnya berpeluang untuk terjadi dalam diri
seseorang maupun kelompok pada setiap agama. Masalah yang menyangkut sikap
keagamaan ini umumnya tergantung hubungan persepsi seseorang mengenai
kepercayaan dan keyakinan. Kepercayaan dan keyakinan merupakan hal yang abstrak
sehingga, secara empirik sulit dibuktikan secara nyata mengenai kebenarannya.
Sikap keagamaan yang menyimpang juga bisa termanifestasikan dalam pelanggaran
terhadap nilai-nila moral ataupun norma-norma agama. Perilaku penyimpangan ini
disebut sebagai tindakan amoral, bahkan bisa meningkat ke tindakan yang
mengarah pada”permainan moral” (moral games). Yasrif menyebutnya sebagai
moralitas minimalis. Indikatornya :
1.
Tindakan
melanggar atau melawan moral (a-morality),
2.
Tindakan
“mempermainkan” prinsip atau nilai-nilai moral itu sendiri (immorality).
Pelaku tindak
korupsi dapat digolongkan sebagai pribadi yang terjangkit moralitas
moralitas.secara harfiah korupsi berarti kebusukan, keburukapenyimpangan dari
kesucian, kebejatan, ketidakjujuran,dapat disuap,tida bermoral. Korupsi
didefinisikan sebagai penyelewengan atau penggelapan (uang Negara, Perusahaan,
dan sebagainya) untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia,
1990, Hal 462
Tindak korupsi merupakan perbuatan yang akan menimbulkan dampak
negatif yang berupa ganda. Dalam Islam perbuatan ini tergolong sebagai fabsy
(keji), yang mana mudharatnya tidak hanya menimpa diri pelakunya, tetapi
juga orang lain. Dengan menggunakan pendekatan psikoanalisis, pelaku tindak
korupsi adalah pribadi yang Egonya dikalahkan Id ( Das Es), Kesadaran
dirinya ditundukkan oleh dorongan naluriah. Hanya karena ingin memenuhi
kenikmatan hidup dan kesenangan ( pleasure Principle), pelakunya
bersedia mengorbankan unsur moral dan keadilan yang ada dalam dirinya (Das
Uber Icb). Dalam pendekatan Psikologi, pelaku tindakan korupsi adalah sosok
manusia yang telah kehilangan nurani dan kepekaan sosialnya. Gunnar Myrdal memandang bahwa korupsi tidak pernah membawa
akibat positif. Menurutnya akibat buruk korupsi terlihat pada:
a.
Memantap
dan memperbesar masalah-masalah yang menyangkut kurangnya hasrat untuk terjun
di bidang usaha dan mengenai kurang tumbuhnya pasaran Nasional.
b.
Turunnya
martabat pemerintah yang bertendensi membahayakan stabilitas politik.
c.
Turunnya
disiplin soial.
Dalam
pendekatan Psikologi Agama, pelaku tinda korupsi adalah pribadi yang rapuh,
pribadi terbelah (aplit personality) yang mengalami kegamangan hidup.
Mudah tersugesti oleh situasi lingkungan. Sosok manusia yang telah kehilangan
kegersangan batin, sebagai pemeluk agama, ia telah kehilangan makna hidup, dan
merasa kehidupannya tidak bermakna. Hasil korupsi termasuk yang diharamkan,
karena bersumber dari perbuatan yang melanggar ajaran agama. Secara materi,
makanan dan minuman yang dikonsumsi dari uang hasil korupsi termasuk haram.
Saripati makanan dan minuman tadi akan membentuk darah daging yang haram pula.
Semuanya itu akan merusak kemurnian fitrah diri. Makanya Rasul mengingatkan:
“Siapa yang
mengkonsumsi makanan halal, maka seluruh anggotanya akan taat, baik disadari
atau tidak. Siapa yang mengkonsumsi makanan haram, maka seluruh anggotanya akan
maksiat (tidak taat) baik disadari atau tidak”.
Pakar
sosiologi agama ini melihata, bahwa ada hubungan antara tingkat keberagamaan
masyarakat dengan perkembangan budaya. Di masyarakat terkebelakang nilai-nilai
sakral keagamaan masih menyatu dalam aktivitasa kemasyarakatan.
Jalaluddin, Psikologi Agama, ,(PT. RajaGrafindo Persada:
Jakarta,2009), Hal 263-271
Perilaku
menyimpang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan kehidupan sosial dalam
masyarakat. Pada masyarakat tradisional, proses penyesuaian sangat kuatdalam
masyarakat pedesaan, tradisi dipelihara dan dipertahankan. Warga desa cenderung
tida mempunyai pemikiran lain, kecuali menyesuaikan diri dengan norma-norma
yang berlaku yaitu berdasarkan ukuran yang telah dijalankan nenek moyangnya.
Masyarakat perkotaan mempunyai kecendrungan berupa menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan yang ada. Dengan globalisasi, komunikasi, informasi, dan
teknologi, masyarakat kota dimungkinkanpenyimpangan yang lebi besar
dibandingkan dengan masyarakat desa. Hal ini terjadi karena setiap individu
kurang saling mengenal dan kurang adaya interaksi, sehingga mereka tidak tahu
urusan orang lain.
Abdul Aziz Ahyadi, Psikologi Agama, Bandung: sinar Baru
Algensindo,2001, hlm. 35
Menurut Pendapat Saya:
Sikap keagamaan yang menyimpang adalah sikap yang tidak sesuai dengan
norma agama dan nilai agama,keyakinan/ kepercayaan yang dianut oleh masyarakat atau kelompok
C.
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan yang Menyimpang
Sikap berfungsi untuk menggugah motif untuk bertingkah laku, baik
dalam bentuk tingkah laku nyata (over behavior), maupun tingkah laku
tertutup (cover behavior). Dengan demiian, sikap mempengaruhi dua bentuk
reaksi seseorang terhadap objek, yaitu dalam bentuk nyata dan terselubung.
Karena sikap diperoleh dari hasil belajar atau pengauh lingkungan, maka sikap
dapat diubah, walaupun sulit.
Terjadinya sikap keagamaan yang menyimpang berkaitan erat dengan
perubahan sikap. Beberapa teori psikologis mengungkapkan mengenai perubahan
sikap tersebut, antara lain:
1.
Teori
Stimulus dan Respon
Teori ini memandang
manusia sebagai organisme menyamakan perubahan sikap dengan proses belajar.
Menurut teori ini ada tiga variabel yang mempengaruhi terjadinya
perubahansikap, yaitu perhatian, pengertian, dan penerimaan.
2.
Teori
pertimbangan sosial
Teori ini
melihat perubahan sikap dari pendekatan psikologi sosial. Menurut teori ini
perubahan sikap ditentukan oleh faktor internal yaitu:
a.
Persepsi
sosial
b.
Posisi
sosial dan proses belajar sosial
Sedangkan
faktor eksternal terdiri atas:
a.
Faktor
penguatan ( reinforcement)
b.
Komunikasi
persuasif
c.
Harapan
yang diinginkan
3.
Teori
konsistensi
Menurut teori
ini perubahan sikap lebih ditentukan oelh faktor intern, yang tujuannya untk
menyeimbangkan antara sikap dan perbuatan. Oleh karena itu teori konsistensi
ini oleh Fritz Heider disebut balance theory , Osgood dan Tannenbaum
menamakan conguity ( keharmonisan), Festinger menyebutkan cognitive
dissonance, serta Brohm menamakannya reactance. Walaupun berbeda
dalam penanaman, namun intisari dari teori ini adalah bahwa perubahan sikap merupakan
proses yang terjadi pada diri seseorang dalam upaya untuk mendapatkan
keseimbangan antara sikap dan perbuatan. Dalam kehidupan keagamaan barangkali
perubahan sikap ini berhubungan dengan konversi agama. Seseorang yang merasa
bahwa apa yang dilakukan sebelumnya adalah keliru, berupaya untuk
mempertimbangkan sikapnya. Ada empat fase dalam proses terjadinya perubahan
sikap itu , yaitu:
a.
Munculnya
persoalan yang dihadapi
b.
Munculnya
beberapa pengertian yang harus dipilih
c.
Mengambil
keputusan berdasarkan salah satu pengertian yang dipilih
d.
Terjadi
kesimbangan
4.
Teori
fungsi
Menurut teori
ini, perubahan sikap seseorang dipengaruhi oleh kebutuhan seseorang. Sikap
memiliki suatu fungsi untuk menghadapi dunia luar agar individu senantiasa
menyesuaikan dengan lingkungan menurut kebutuhannya. Katz berpendapat bahwa
sikap memiliki emnpat fungsi yaitu:
a.
Fungsi
instrumental
b.
Fungsi
pertahanan diri
c.
Fungsi
penerima dan pemberi arti
d.
Fungsi
nilai ekspresif
Jalaluddin, Psikologi Agama,
,(PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta,2009), Hal 273-277
Teori Differential Assiciation (pergaulan yang berbeda),
dikemukakan oleh Edwin H. Sutherland. Ia berpendapat bahwa penyimpangan
bersumber dari pergaulan yang berbeda. Penyimpangan itu terjadi melalui proses
alih budaya, yaitu proses mempelajari budaya yang menyimpang. Robet K. Maton
mengemukakan teori yang menjelaskan bahwa perilaku menyimpang merupakan
penyimpangan melalui strukur sosial. Dalam struktur sosial dijumpai tujuan atau
kepentingan. Tujuan tersebut adalah hal-hal yang pantas dan baik.
Menurut pendapat saya:
Faktor yang mempengaruhi sikap keagamaan seseorang adalah terkait
pada perubahan sikap seseorang seperti munafik, sombong, iri, dengki, riya’,
tama’ , dll. Terjadinya perubahan sikap
tida berlangsung secara serta merta, melainkan melalui suatu proses
penyeimbangan diri dengan lingkungan. Keseimbangan tersebut merupakan penyesuaian
diri dengan kebutuhan
PENUTUP
KESIMPULAN
Problema adalah masalah atau sesuatu yang keluar dari yang
sebenarnya, yang sesuai ideal dengan kenyataan. Jiwa beragama adalah keinginana
atau kemauan beragama. Jadi, problema jiwa agama adalah masalah berkeinginan
dalam beragama. Jenis-jenis problema yaitu: munafik, sombong, iri, dengki,
riya’, tama’ agnotisme, konversi agama dan lainnya. Dalam pengertian umum,
sikap dipandang sebagai seperangkat reaksi-reaksi terhadap objek tertentu
berdasarkan hasil penalaran, pemahaman, dan penghayatan individu. Dengan
demikian, sikap terbentuk dai hasil belajar dan pengalaman seseorang dan bukan
pengaruh bawaan seseorang. Serta tergantung kepada objek tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Jalaluddin,
Psikologi Agama,2009, PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta
Abdul
Aziz Ahyadi, Psikologi Agama, 2001.Sinar Baru Algensindo : Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar