Perkembangan Islam di Negara singapura
Sebagai Negara yang berdiri setelah perang dunia II singapura
meurpakan Negara paling Maju di kawasan Asia Tenggara. Singapura memiliki
Ekonomi atau Prekonomian Pasar yang sangat maju, yang secara historis
berputar di sekitar perdagangan Interpot Bersama Hong Kong, Korea Selatan dan
Taiwan, Singapura adalah satu dari Macan Asia . Ekonominya sangat
bergantung pada ekspor dan pengolahan barang impor, khususnya di bidang
manufaktur yang mewakili 26% PDB Singapura tahun 2005 dan meliputi sector
elektronik, pengolahan minyak Bumi, bahan kimia, teknik mekanik dan ilmu
biomedis. Tahun 2006, Singapura memproduksi sekitar 10% keluaran
Waferwafer dunia. Singapura memiliki salah satu dari pelabuhan tersibuk di
Dunia dan merupakan pusat pertukaran mata uang asing terbesar keempat di
dunia setelah London, New York dan Tokyo. Bank Dunia menempatkan Singapura
pada peringkat hub logistik teratas dunia.9 Namun demikian ditengah
kemajuan Singapura sebagai sebuah negara yang menjadi sentral perdaganagan
Asia Tenggara dan memiliki perjalanan panjang mengenai perjumpaan dengan
Islam. Singapura merupakan neagara yang memiliki penduduk Muslim yang Minoritas.
Dengan jumlah penduduk sekitar 4,99 Juta jiwa hanya sekitar 14.9 % saja
yang memeluk agama Islam. Dan menjadi agama kedua terbesar setelah Buddha
42,9% di ikuti oleh Ateis 14.8 %, Kristen 14.6%, Taouisme 8% dan Hinddu 4%
serta agama lainnya 0.6%.[1][7]
Wajah Islam di
Singapura tidak jauh beda dari wajah muslim di negeri jirannya, Malaysia.
Banyak kesamaan, baik dalam praktek ibadah maupun dalam kultur kehidupan
sehari-hari. Barangkali hal ini dipengaruhi oleh sisa warisan Malaysia,
ketika Negara kecil itu resmi pisah dari induknya, Malaysia, pada
tahun 1965.
Hal ini jika di urut melalui sejarahnya, keberadaan Islam di
Singapura tak lepas dari keberdaan Etnis Melayu yang mendiami pulau
tersebut. Ditambah dengan golongan lain yang dikatagorikan sebagai Migran
Muslim. Mereka inilah, terutama migranArab, sebagai penyandang dana utama
dalam pembangunan masjid masjid, lembaga lembaga pendidikan dan
organisasiorganisasi Islam.[2][8] Sejak
pertengahan abad ke19, ketika Belanda melakukan tindakan represif dan pembatasan
atas calon haji Indonesia, Singapura menjadi alternatif mereka sebagai
tempat pemberangkatan. Brokerbroker perjalan ibadah haji ini adalah
kalangan migran Arab. Berbeda dengan Muslim imigran, masyarakat Melayu
merupakan mayoritas. Mengikuti pembagian Sharon Siddique, mungkin karena
mayoritas migran yang berasal dari dalam wilayah (Jawa, Sumatera, Riau dan
Sulawesi.
Cenderung membawa isteri dan anak
mereka. Dengan demikian rasioseks (khususnya pada komponen mayoritas yang
berbahasa Melayu) lebih seimbang dibanding komunitaskomunitas lain.
Kenyataan yang demikian berakibat pada kelambatan terjadinya asimilasi
kemelayuan. Kelompok migran biasanya mendiami kampung-kampung yang ditata
berdasarkan tempat asal. Dan ini berakibat pada menguatnya bahasabahasa
etnis dan adat istiadat. Dengan demikian, karena heteroginitas penduduk
Muslim Singapura, orang bukan mendapatkan “suatu” komunitas Muslim, namum
sejumlah komunitas Muslim. Hal ini diperkuat dari dalam dengan pelestarian
batasbatas linguistik, tempat tinggal yang berorientasi tempat asal,
spesialisasi pekerjaan, status ekonomi dan berbagai tingkat pendidikan.Bersamaan dengan itu, gejala yang terjadi pada migran luar wilayah (Arabdan India) memiliki kecenderungan terbalik. Migrasi yang mereka lakukan hampir secara eksklusif hanya dilakukan oleh kaum pria. Dengan mengawini wanitaMuslim Melayu, berarti mereka membangun keluarga keluarga baru di Singapura. Hal ini selanjutnya memberikan definisi komunitas baru Arab dan Muslim India yang, melalui garis patrilineal memberi identitas pada diri mereka sendiri, namun menurut garis matrilineal adalah keturunan pribumi. Proses ini melahirkan suatu komunitas ArabMelayu dan Jawi Peranakan yang mulai mengidentifikasi diri dengan bahasa Melayu dan dengan adat istiadat serta kebiasaan local.[3][9]
[1][7]Munzir Hitami, Sejarah Islam Asia Tenggara,
(Pekanbaru: Alaf Riau, 2006), hlm. 32.
[2][8]http://id.wikipedia.org/wiki/Singapura,
15/05/2012,13:34 WIB.
[3][9]
Abdullah, Taufik dan Sharon Siddique (ed.). Tradisi dan Kebangkitan Islam di
Asia Tenggara. Terj. Rochman Achwan. Jakarta: LP3ES,1988.hlm. 390
Tidak ada komentar:
Posting Komentar